Komnas HAM Mengakui Wiranto Lebih Sulit Ditemui Ketimbang Luhut
Magazine Daily QQ, Sejak diangkat menjadi Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto menggantikan Luhut Binsar Pandjaitan, komunikasi dengan Pemerintah terkait kasus dugaan pelanggaran HAM berat menjadi lebih terbatas. Alhasil, kelanjutan penanganan kasus-kasus itupun jalan di tempat.
"Perbedaannya, komunikasinya kurang baik. Artinya kurang aktif menyatakan apa komitmennya dan bagaimana menyelesaikan bersama-sama dan saling berkoordinasi. Kita enggak tahu komitmennya apa," ucap Komisioner Komnas HAM Muhammad Nurkhoiron, usai menerima kunjungan korban pelanggaran HAM 1965, di kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa (24/10).
Ia menceritakan, komunikasi Komnas HAM, dan juga lembaga lain yang berfokus menangani kasus HAM, dengan pemerintah terbilang baik saat Tedjo Edhy Purdijatno dan Luhut masih menjabat sebagai Menkopolhukam.
Misalnya, Komnas HAM bisa berulang kali membicarakan tentang opsi penyelesaian kasus pelanggaran HAM, yang terjadi di masa kini maupun di masa lalu, bersama-sama dengan Pemerintah.
"Semua kasus kita bicarakan bareng di meja ini. Kepolisian hadir, Kejaksaan Agung, Menkopolhukam, Menkumham (Yasonna Laoly) itu beberapa kali hadir," ungkap Nurkhoiron.
Hal ini berbeda saat Wiranto menjabat sebagai Menkopolhukam. Nurkhoiron mengaku bahwa pihaknya baru sekali bertemu dengan Wiranto. Sehingga, penuntasan kasus pelanggaran HAM dari pemerintah belum tersampaikan dengan jelas. Wiranto memang sempat ingin mengungkap pelanggaran HAM berat di Papua. Namun hingga kini tidak diketahui kelanjutannya.
"Penyelesaiannya mau lewat apa caranya bagaimana saya sendiri saya belum jelas," ucap dia.
Di samping itu, Nukhoiron mengkritik langkah Wiranto membentuk Dewan Kerukunan Nasional tanpa koordinasi dengan Komnas HAM. Oleh karenanya, Komnas HAM tidak mengetahui misi apa yang dijalankan dewan itu.
"Dia enggak mau buka kepada Komnas HAM," kata Nurkhoiron.
Wiranto sendiri mengakui bahwa Pemerintah mengalami kesulitan untuk bisa menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM masa lalu karena kesulitan untuk menemukan bukti-bukti.
"Para aparat penegak hukum, apakah itu Komnas HAM, apakah itu kepolisian, kejaksaan, untuk menemukan bukti dan saksi, itu sungguh sangat sulit," kata Wiranto.