Follow Me

Air Danau Toba Dicemari Lintah


Simalungun, (Magazine Daily QQ). Program Pemerintah  untuk menja­dikan Danau Toba kawasan stra­tegis nasio­nal, yang akan menjadi Monaco of Asia sepertinya tidak akan terjadi.
Karena saat ini, air dari Da­nau Toba yang selama ini be­ning menjadi hijau dan dice­mari hewan sejenis lintah ber­warna hitam. Hal itu akan mengurangi jumlah wi­sa­tawan dan serta menentang kebijakan Presiden Jokowi­, agar ka­wasan Danau To­­ba diperbaiki dengan me­nu­runkan anggaran puluhan triliun rupiah di kawasan itu.
Kekecewaan itu  disampai­kan se­orang warga, yang juga pegiat peduli Danau Toba, Holmes Hutapea kepa­da Analisa di pinggir Danau Toba, Ming­gu ( 19/2).
“Limbah jenis lintah  warna hitam itu sudah sejak 2015 lalu. Hal itu di­ketahui warga di pinggiran Danau To­ba, yang saat ini terus menyu­arakan keprihatinannya terha­dap kawasan ini, terutama so­al pencemaran perairan. Se­bab, limbah perusahaan ternak ikan, yang memakai keramba jala apung (KJA) dan ternak babi, yang disebut-sebut pe­nyebab utama munculnya spe­sies lintah dan langkanya ragam spesies ikan di Danau Toba,” katanya.
Terkait dampak spesies lintah ini, Holmes belum dapat memastikan apa­kah menghi­sap darah atau hanya mem­beri efek gatal-gatal, seperti diala­mi Mangasi, seorang peng­unjung menjadi korban  bebe­rapa waktu lalu  bagian tu­buh­nya memerah.
Terkait banyak lintah di pinggiran Danau Toba, mere­ka telah memberi­tahu pihak UPTD Badan Ling­kungan Hidup (BLH) di Parapat. Namun dia  menyayangkan sikap BLH yang hing­ga saat ini tidak menindaklanjuti serta memberitahukan dampak  lintah yang ada di perai­ran Danau Toba.
“Kalau lintah itu mengisap darah, kami belum tahu, tapi menyebabkan gatal-gatal. Kami sudah berikan contoh lintah satu botol ke BLH untuk diuji, namun hingga kini belum ada jawaban mereka untuk mempublikasi terkait munculnya lintah yang kami duga hasil limbah ternak perusahaan-perusahaan di se­kitar danau,” ungkapnya.
Ini merupakan pembo­ho­ngan publik kepada para wisa­tawan, yang melaku­kan kun­ju­­ngan ke Danau Toba. Akibat dampak limbah ini, para wisatawan pasti akan ba­nyak menjadi korban mende­rita gatal gatal atau penyakit kulit.
Dia berharap peme­rin­tah segera melaku­kan sanitasi limbah yang ada di kawasan Danau Toba agar kembali bening dan wisatawan dapat menik­mati air danau yang segar dan tidak mengakibatkan efek ba­gi wisatawan dan tidak mem­bohongi publik akan kejadian banyaknya lintah.
Holmes mengatakan, tidak hanya isu lintah yang butuh perhatian, bebe­rapa spesies ikan juga mulai langka dan hampir punah.
“Dulu ada ikan bilibi atau orang bilang ikan porapora, tapi tiga tahun be­lakangan sudah berhenti dihasilkan, karena diduga ada faktor ikan tidak mau berkem­bang biak. Akibat pence­maran dari limbah, kami duga ikan tak bisa berkembang biak. Tidak hanya porapora, tapi juga ikan jahir sering kena kutu di danau dan sudah mulai menghilang. Padahal, ikan ini sumber pendapatan masyara­kat yang dapat memberikan kelangsungan hidup,” kata Holmes.
Sehat Priono Tambunan, yang juga aktivis pejuang Da­nau Toba meminta pemerintah  memberi perhatian lebih un­tuk kebersihan air Danau To­ba, apalagi disebut-sebut ada dana Rp40 miliar untuk mem­perindah Danau Toba sebagai kawasan strategis nasional.
Pantauan Analisa, kawasan Danau Toba masih banyak di­kunjungi para wisatawan. Hampir puluhan ribu warga masih menikmati indahnya alam Da­nau Toba dengan pe­mandangan perbu­kitan yang   indah. Namun wi­satawan berharap pemerintah melakukan sanitasi agar air danau kembali bening dan tidak hijau seperti saat ini.
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url